Senin, 10 Januari 2011

Trauma Toraks II: Kelainan Spesifik


TRAUMA PADA DINDING DADA

FRAKTUR IGA
Fraktur pada iga (costae) merupakan kelainan tersering yang diakibatkan trauma tumpul pada dinding dada. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena). Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra abdomen.
Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bila terdapat fraktur pada iga VIII-XII. Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular utama ekstremitas atas dan kepala (pleksus brakhialis, a/v subklavia, dsb.), bila terdapat fraktur pada iga I-III atau fraktur klavikula.


Penatalaksanaan
  1. Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif (analgetika)
  2. Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks, pneumotoraks)
  3. Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks, hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah:
  • Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)
  • Bronchial toilet
  • Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah
  • Cek Foto Ro berkala
 
Penatalaksanaan fraktur iga multipel yang disertai penyulit lain (seperti: pneumotoraks, hematotoraks dsb.), ditujukan untuk mengatasi kelainan yang mengancam jiwa secara langsung, diikuti oleh penanganan pasca operasi/tindakan yang adekuat (analgetika, bronchial toilet, cek lab dan ro berkala), sehingga dapat menghindari morbiditas/komplikasi.
Komplikasi tersering adalah timbulnya atelektasis dan pneumonia, yang umumnya akibat manajemen analgetik yang tidak adekuat.
 
 
FRAKTUR KLAVIKULA
  • Cukup sering sering ditemukan (isolated, atau disertai trauma toraks, atau disertai trauma pada sendi bahu ).
  • Lokasi fraktur klavikula umumnya pada bagian tengah (1/3 tengah)
  • Deformitas, nyeri pada lokasi taruma.
  • Foto Rontgen tampak fraktur klavikula
 
Penatalaksanaan
  1. Konservatif : "Verband figure of eight" sekitar sendi bahu. Pemberian analgetika.
  2. Operatif : fiksasi internal
 
Komplikasi : timbulnya malunion fracture dapat mengakibatkan penekanan pleksus brakhialis dan pembuluh darah subklavia.
 
 
FRAKTUR STERNUM
  • Insidens fraktur sternum pada trauma toraks cukup jarang, umumnya terjadi pada pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan.
  • Biasanya diakibatkan trauma langsung dengan gaya trauma yang cukup besar
  • Lokasi fraktur biasanya pada bagian tengah atas sternum
  • Sering disertai fraktur Iga.
  • Adanya fraktur sternum dapat disertai beberapa kelainan yang serius, seperti: kontusio/laserasi jantung, perlukaan bronkhus atau aorta.
 
Tanda dan gejala: nyeri terutama di area sternum, krepitasi
Pemeriksaan
  • Seringkali pada pemeriksaan Ro toraks lateral ditemukan garis fraktur, atau gambaran sternum yang tumpang tindih.
Pemeriksaan EKG : 61% kasus memperlihatkan adanya perubahan EKG (tanda trauma jantung).

Penatalaksanaan
  1. Untuk fraktur tanpa dislokasi fragmen fraktur dilakukan pemberian analgetika dan observasi tanda2 adanya laserasi atau kontusio jantung
  2. Untuk fraktur dengan dislokasi atau fraktur fragmented dilakukan tindakan operatif untuk stabilisasi dengan menggunakan sternal wire, sekaligus eksplorasi adanya perlukaan pada organ atau struktur di mediastinum.
 
 
DISLOKASI SENDI STERNOKLAVIKULA
  • Kasus jarang
  • Dislokasi anterior : nyeri, nyeri tekan, terlihat "bongkol klavikula" (sendi sternoklavikula) menonjol kedepan
  • Posterior : sendi tertekan kedalam
  • Pengobatan : reposisi
 
 
FLAIL CHEST
Definisi
Adalah area toraks yang "melayang" (flail) oleh sebab adanya fraktur iga multipel berturutan ≥ 3 iga , dan memiliki garis fraktur ≥ 2 (segmented) pada tiap iganya.
Akibatnya adalah: terbentuk area "flail" yang akan bergerak paradoksal (kebalikan) dari gerakan mekanik pernapasan dinding dada. Area tersebut akan bergerak masuk saat inspirasi dan bergerak keluar pada ekspirasi.
 

Karakteristik
  • Gerakan "paradoksal" dari (segmen) dinding dada saat inspirasi/ekspirasi; tidak terlihat pada pasien dalam ventilator
  • Menunjukkan trauma hebat
  • Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen, ekstremitas)
 
Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air movement, yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada pasien dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah flail secara eksterna, seperti melakukan splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan mengurangi gerakan mekanik pernapasan secara keseluruhan.
 
Penatalaksanaan
  • sebaiknya pasien dirawat intensif bila ada indikasi atau tanda-tanda kegagalan pernapasan atau karena ancaman gagal napas yang biasanya dibuktikan melalui pemeriksaan AGD berkala dan takipneu
  • pain control
  • stabilisasi area flail chest (memasukkan ke ventilator, fiksasi internal melalui operasi)
  • bronchial toilet
  • fisioterapi agresif
  • tindakan bronkoskopi untuk bronchial toilet
 
Indikasi Operasi (stabilisasi) pada flail chest:
  1. Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (cth: hematotoraks masif, dsb)
  2. Gagal/sulit weaning ventilator
  3. Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif)
  4. Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif)
  5. Menghindari cacat permanen
 
Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan lagi area "flail"
 
 
TRAUMA PADA PLEURA DAN PARU
 
PNEUMOTORAKS
Definisi : Adanya udara yang terperangkap di rongga pleura.

  • Pneumotoraks akan meningkatkan tekanan negatif intrapleura sehingga mengganggu proses pengembangan paru.
  • Terjadi karena trauma tumpul atau tembus toraks.
  • Dapat pula terjadi karena perlukaan pleura viseral (barotrauma), atau perlukaan pleura mediastinal (trauma trakheobronkhial)
  • Diklasifikasikan menjadi 3 : simpel, tension, open
 
Pneumotoraks Simpel
Adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra toraks yang progresif.
Ciri:
  • Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)
  • Tidak ada mediastinal shift
  • PF: bunyi napas ↓ , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada ↓
 
Penatalaksanaan: WSD
 
Pneumotoraks Tension
Adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang semakin lama semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension ditemukan mekanisme ventil (udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar).
Ciri:
  • Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi : kolaps total paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral), deviasi trakhea  venous return ↓ → hipotensi & respiratory distress berat.
  • Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu, hipotensi, JVP ↑, asimetris statis & dinamis
  • Merupakan keadaan life-threatening tdk perlu Ro
 
Penatalaksanaan:
  1. Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea mid-klavikula)
  2. WSD
 
Open Pneumothorax
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga udara dapat keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar.
Dikenal juga sebagai sucking-wound
Terjadi kolaps total paru.
 
Penatalaksanaan:
  1. Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil)
  2. Pasang WSD dahulu baru tutup luka
  3. Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks lain.
  4. Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)
 

HEMATOTORAKS (HEMOTORAKS)
 
  • Defini: Terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma tumpul atau tembus pada dada.
  • Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria interna. Perlu diingat bahwa rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di dalam rongga toraks.
  • Penampakan klinis yang ditemukan sesuai dengan besarnya perdarahan atau jumlah darah yang terakumulasi. Perhatikan adanya tanda dan gejala instabilitas hemodinamik dan depresi pernapasan
 
Pemeriksaan
  • Ro toraks (yang boleh dilakukan bila keadaan pasien stabil)
  • Terlihat bayangan difus radio-opak pada seluruh lapangan paru
  • Bayangan air-fluid level hanya pada hematopneumotoraks
 
Indikasi Operasi
Adanya perdarahan masif (setelah pemasangan WSD)
  • Ditemukan jumlah darah inisial > 750 cc, pada pemasangan WSD < 4 jam setelah kejadian trauma.
  • Perdarahan 3-5 cc/kgBB/jam dalam 3 jam berturut-turut
  • Perdarahan 5-8 cc/kgBB/jam dalam 2 jam berturut-turut
  • Perdarahan > 8cc/kgBB/jam dalam 1 jam
 
Bila berat badan dianggap sebagai 60 kg, maka indikasi operasi, bila produksi WSD:
  • ≥ 200 cc/jam dalam 3 jam berturut-turut
  • ≥ 300 cc/jam dalam 2 jam berturut-turut
  • ≥ 500 cc dalam ≤ 1 jam
 
Penatalaksanaan
Tujuan:
  • Evakuasi darah dan pengembangan paru secepatnya.
  • Penanganan hemodinamik segera untuk menghindari kegagalan sirkulasi.

Tindakan Bedah : WSD (pada 90% kasus) atau operasi torakotomi cito (eksplorasi) untuk menghentikan perdarahan


Water Sealed Drainage
 
Fungsi WSD sebagai alat:
  1. Diagnostik
  2. Terapetik        
  3. Follow-up
 
Tujuan:
  1. Evakuasi darah/udara
  2. Pengembangan paru maksimal
  3. Monitoring
 
Indikasi pemasangan:
  • Pneumotoraks
  • Hematotoraks
  • Empiema
  • Effusi pleura lainnya
  • Pasca operasi toraks
  • Monitoring perdarahan, kebocoran paru atau bronkhus, dsb.
 
Tindakan :
  • Lokasi di antara garis aksilaris anterior dan posterior pada sela iga V atau VI.
  • Pemasangan dengan teknik digital tanpa penggunaan trokar.
 
Indikasi pencabutan WSD :
  1. Tercapai kondisi: produksi < 50 cc/hari selama 3 hari berturut-turut, dan undulasi negatif atau minimal, dan pengembangan paru maksimal.
Fungsi WSD tidak efektif lagi (misal: adanya sumbatan, clot pada selang, dsb.)

KONTUSIO PARU
  • Terjadi terutama setelah trauma tumpul toraks
  • Dapat pula terjadi pada trauma tajam dg mekanisme perdarahan dan edema parenkim konsolidasi
  • Patofisiologi : kontusio/cedera jaringan edema dan reaksi inflamasi → lung compliance ventilation-perfusion mismatch hipoksia & work of breathing
 
Diagnosis : ro toraks dan pemeriksaan lab (PaO2 ↓)
Manifestasi klinis dapat timbul atau memburuk dalam 24-72 jam setelah trauma
 
Penatalaksanaan
Tujuan:
  • Mempertahankan oksigenasi
  • Mencegah/mengurangi edema
Tindakan : bronchial toilet, batasi pemberian cairan (iso/hipotonik), O2, pain control, diuretika, bila perlu ventilator dengan tekanan positif (PEEP > 5)
 
 
LASERASI PARU
Definisi : Robekan pada parenkim paru akibat trauma tajam atau trauma tumpul keras yang disertai fraktur iga.
Manifestasi klinik umumnya adalah : hemato + pneumotoraks
 
Penatalaksanaan umum : WSD
Indikasi operasi :
  • Hematotoraks masif (lihat hematotoraks)
  • Adanya contiuous buble pada WSD yang menunjukkan adanya robekan paru
  • Distress pernapasan berat yang dicurigai karena robekan luas
RUPTUR DIAFRAGMA
 
  • Ruptur diafragma pada trauma toraks biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada daerah toraks inferior atau abdomen atas.
  • Trauma tumpul di daerah toraks inferior akan mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal mendadak yang diteruskan ke diafragma. Ruptur terjadi bila diafragma tidak dapat menahan tekanan tersebut.
  • Dapat pula terjadi ruptur diafragma akibat trauma tembus pada daerah toraks inferior. Pada keadaan ini trauma tembus juga akan melukai organ-organ lain (intratoraks ata intraabdominal).
  • Ruptur umumnya terjadi di "puncak" kubah diafragma (sentral)
  • Kejadian ruptur diafragma sebelah kiri lebih sering daripada diafragma kanan
  • Akan terjadi herniasi organ viseral abdomen ke toraks
  • Dapat terjadi ruptur ke intra perikardial
 
Diagnostik
  • Riwayat trauma tumpul toraks inferior atau abdomen
  • Tanda dan gejala klinis (sesak/respiratory distress), mual-muntah, tanda abdomen akut)
  • Ro toraks dengan NGT terpasang (pendorongan mediastinum kontralateral, terlihat adanya organ viseral di toraks)
  • CT scan toraks
 
Penatalaksanaan
Torakotomi eksplorasi (dapat diikuti dengan laparotomi)
 
 
TRAUMA ESOFAGUS
 
Penyebab trauma/ruptur esofagus umumnya disebabkan oleh trauma tajam/tembus.
Pemeriksaan Ro toraks: Terlihat gambaran pneumomediastinum atau efusi pleura
Diagnostik: Esofagografi
Tindakan: Torakotomi eksplorasi
 
 
TRAUMA JANTUNG
 
Kecurigaan trauma jantung :
  • Trauma tumpul di daerah anterior
  • Fraktur pada sternum
  • Trauma tembus/tajam pada area prekordial (parasternal kanan, sela iga II kiri, grs mid-klavikula kiri, arkus kosta kiri)
 
Diagnostik
  • Trauma tumpul : EKG, pemeriksaan enzim jantung (CK-CKMB / Troponin T)
  • Foto toraks : pembesaran mediastinum, gambaran double contour pada mediastinum menunjukkan kecurigaan efusi perikardium
  • Echocardiography untuk memastikan adanya effusi atau tamponade
 
Penatalaksanaan
  1. Adanya luka tembus pada area prekordial merupakan indikasi dilakukannya torakotomi eksplorasi emergency
  2. Adanya tamponade dengan riwayat trauma toraks merupakan indikasi dilakukannya torakotomi eksplorasi.
  3. Adanya kecurigaan trauma jantung mengharuskan perawatan dengan observasi ketat untuk mengetahui adanya tamponade
 
Komplikasi
Salah satu komplikasi adanya kontusio jantung adalah terbentuknya aneurisma ventrikel beberapa bulan/tahun pasca trauma.



Pembedahan Pada Kelainan Pleura

Abstracts
Purpose: Presenting the surgical case of pleural diseases (Diagnosis, etiology and surgical procedure)

Methods: Retrospective review of surgical management of pleural diseases from January 1995-December 2004 in Persahabatan Hospital, Jakarta

Results: there were 105 patients, seventy nine patients who underwent surgery were caused by infection (49 cases were tuberculous empyema, 26 cases were non tuberculous empyema, 3 cases were bronchopleural fistula and one case was pleurocutaneous fistula).  Various type of surgery was performed in pleural infection patients are many: opened drainge, decortication, airplombage, thoracoplasty, pleurectomy, pleuropneumonectomy and video assisted thoracoscopic surgery (VATS).  Ten patients with hemothorax were caused by trauma, exploratory thoracotomy was done in most and two patients was performed by VATS.
Five patients of pleural diseases underwent surgery were spontaneous pneumothorax had a VATS and four patients were rupture of pulmonary bullae had a bullectomy by posterolateral thoracotomy.
Two patients with chylothorax had a thoracic duct ligation. There were 3 pleural malignancy patients (3 cases were mesothelioma and 2 cases as a malignant pleural effusion), pleurectomy and pneumopleurectomy was performed for mesothelioma, closed drainage for malignant pleural effusion.
There were 13 successfully VATS for pleural diseases, no post operative complications and early mobilization.
Conclusion: most of surgical case of pleural diseases are infectious caused.  The success of VATS for surgical treatment of pleural diseases was initially revolution for radical surgery for easy procedure.

PENDAHULUAN
Pembedahan pada penyakit pleura sudah dimulai sejak berkembangnya spesialisasi bedah Toraks dan kasus yang sering ditemui adalah infeksi pada rongga pleura.
Dengan berkembangnya pengobatan khemoterapi diharapkan tindakan bedah akan berkurrang, namun sebaliknya karena makin banyaknya ditemui penyakit autoimunitas dan penggunaan antibiotika yang tidak tepat dan tidak sempurna sehingga angka kejadian penyakit infeksi pada pleura meningkat kembali, den banyak usaha-usaha bedah ditingkatkan untuk mengatasi hal ini sehingga timbul macam-macam jenis operasi yang dikembangkan dari tindakan yang radikal sampai ke tindakan minimal invasif seperti Video Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS) untuk pengobatan penyakit pleura.
Akan dilaporkan  tindakan pembedahan terhadap penyakit pleura yang dilakukan di RS Persahabatan Jakarta dalam kurun waktu 10 tahun (Januari 1995 - Desember 2004) dan tinjauan kepustakaan.

PNEUMOTORAKS
Pneumotoraks adalah adanya udara didalam rongga pleura, akibat robeknya pleura visceral, dapat terjadi spontan atau karena trauma.
Rhea (1982), membuat klasifikasi pneumotoraks atas dasar prosentase pneumotoraks, kecil bila pneumotoraks < 20%, sedang bila pneumotoraks 20% - 40% dan besar bila pneumotoraks > 40%.

Pada pneumotoraks kecil ( < 20%), gejala minimal dan tidak ada "Respiratory distress", serangan yang pertama kali, sikap kita adalah observasi dan penderita istirahat 2-3 hari. Bila pneumotoraks sedang, ada "Respiratory distress" atau pada observasi nampak progresif (foto toraks), atau adanya "Tension pneumothorax", dilakukan tindakan bedah dengan pemasangan WSD untuk pengembangan paru dan mengatasi gagal nafas.

Tindakan torakotomi dilakukan bila :
  1. Kebocoran paru yang massif sehingga paru tak dapat mengembang (bullae / fistel Bronkhopleura).
  2. Pneumotoraks berulang.
  3. Adanya komplikasi (Empiema, Hemotoraks, Tension pneumothorax).
  4. Pneumotoraks bilateral.
  5. Indikasi social (pilot, penyelam, penderita yang tinggal di daerah terpencil)
 
Teknik bedah
Pendekatan melalui torakotomi anterior, torakotomi posterolateral dan sternotomi mediana, selanjutnya dilakukan reseksi bleb, bulektonomi, subtotal pleurektomi. Parietalis dan Aberasi pleura melalui video Assisted Thoracoscopic surgery (VATS), dilakukan reseksi bleb, aberasi pleura dan pleurektonomi.
 
HEMOTORAKS
Hemotoraks adalah adanya darah didalam rongga plaura, terjadi terutama karena trauma.
Tindakan bedah yang dilakukan adalah pemasangan WSD untuk evakuasi darah atau hematoma dari dalam rongga pleura.
Indikasi Torakotomi apabila:
1.                  Perdarahan massif (jumlah produksi darah yang diukur melalui WSD >750 cc)
2.                  Pada observasi bila produksi darah setelah pemasangan WSD lebi dari 3-5 cc/kg BB/jam atau 3-5 cc/kg BB/jam selam 3 jam berturut-turut.
Bila kita memiliki fasilitas, sarana dan kemampuan tindakan VATS sangat baik, dengan VATS dapat dilakukan evakuasi Hematoma/darah dan penjahitan fistula/robekan paru serta aberasi pleura panetalis. Keuntungan tindakan ini adalah penderita cepat mobilisasi.
 

EMPIEMA
Empiema adalah efusi pleura yang terinfeksi oleh mikroba. Empiema paling sering terjadi karena pneumonia (infeksi paru) yang penanganannya tidak sempurna, dapat terjadi karena trauma, "rupture esophaqus" juga karena ekstensi infeksi sub diaphragma seperti abses hepar.

Prinsip penanggulangan empiema adalah :
  1. Drainase / mengeluarkan nanah sebanyak-banyaknya.
  2. Obliterasi rongga empiema.
  3. Pemberian antibiotika yang adekuat baik jenis, dosis dan waktu.
Penanggulangan empiema tergantung dari fase empiema ,

fase I (fase eksudat)
Dilakukan drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai tujuan diagnostik terapi dan prevensi, diharapkan dengan pengeluaran cairan tersebut dapat dicapai pengembangan paru yang sempurna.

fase II (fase fibropurulen)
Pada fase ini penanggulangan harus lebih agresif lagi yaitu dilakukan drainase terbuka (reseksi iga/ "open window") . Dengan cara ini nanah yang ada dapat dikeluarkan dan perawatan luka dapat dipertahankan.  Drainase terbuka juga bertujuan untuk menunggu keadaan pasien lebih baik dan proses infeksi lebih tenang sehingga intervensi bedah yang lebih besar dapat dilakukan.
Pada fase II ini VATS surgery sangat bermanfaat, dengan cara ini dapat dilakukan empiemektomi dan/atau dekortikasi.

fase III (fase organisasi)
Dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas mengembang atau dilakukan obliterasi rongga empiema dengan cara dinding dada dikolapskan (Torakoplasti) dengan mengangkat iga-iga sesuai dengan besarnya rongga empiema, dapat juga rongga empiema disumpel dengan periosteum tulang iga bagian dalam dan otot interkostans (air plombage), dan disumpel dengan otot atau omentum (muscle plombage atau omental plombage)
Pada empiema tuberkulosa, torakotomi dilakukan bila keadaan sudah tidak didapat kuman baik pada sputum maupun cairan pleura dimana bakeri tahan asam (BTA) pada sputum dan cairan pleura sudah negatif. Untuk mencapai sputum dan cairan pleura negatif diberikan obat anti TB yang masih sensitif secara teratur dan untuk mencapai cairan pleura BTA negatif dapat dilakukan reseksi iga (window and qauzing) bila keadaan paru sangat rusak (menjadi sarang kuman TB) dilakukan reseksi paru (pneumonektomi atau lobektomi).
 
CHYLOTHORAX
Chylothorax adalah akumulasi cairan limphe yang berlebihan di dalam rongga pleura karena kebocoran dari duktus torasikus atau cabang-cabang utamanya. Obstruksi atau laserasi duktus torasikus yang paling sering disebabkan oleh keganasan, trauma, tuberkulosa dan trombosis vena.
Cairan "chylus" khas putih seperti susu tidak berbau dan bersifat alkalis,pada kondisi puasa produksi minimal dan menjadi produktif  setelah makan makanan berlemak. Komposisi terutama adalah fat 14-210 mmol/L (60%-70% lemak yang diserap usus masuk ke dalam duktus torasikus) protein dan elektrolit.

Penatalaksanaan:
  1. Konservatif, dengan cara: pemberian diet dan nutrisi yang adekuat (rendah lemak), koreksi cairan dan elektrolit dan drainase tertutup (WSD).
  2. Intervensi bedah

Tindakan bedah dilakukan bila lebih dari 14 hari tindakan konservasif tidak berhasil, dari kepustakaan 25% kebocoran akan menutup secara sepontan dalam interval waktu 14 hari dan 75% butuh intervensi bedah.

Teknik bedah
  • ligasi langsung pada duktus toraksikus.
  • "supra diaphragmatic mass ligaton".
  • Pleuroperitoneal shunting.
  • Pleurodesis dan pleurectomi.
  • Anastomosis duktus ke V azugos.
  • Dekortikasi.
  • Fibrine glue.
  • VATS.
 
KEGANASAN PLEURA
Keganasan pada pleura meliputi "mesothelioma" dan "maliginant pleural effusion".
Tindakan pada keganasan pleura adalah.
1      WSD + pleurodesis.
2      Pleurektomi.
3      Mechanical pleurodesis
4      Pleuroperitoneal Shunt.
PEMBEDAHAN PADA KELAINAN PLEURA DI RS. PERSAHABATAN JAKARTA
 
Dilakukan studi retrospektif terhadap 105 pasien dengan penyakit pleura yang dioperasi dalam kurun waktu Januari 1995 - Desember 2004.

Tabel 1. Distribusi dari 105 pasien dengan peyakit pleura yang dilakukan pembedahan.
Diagnosa                                                                                             Jumlah
Empiema
- Tuberkolusa                                                                                             49
- Non tuberkolusa                                                                                      26
Fistel Bronkhopleura                                                                                   3
Fistel Pleurokutaneus                                                                                 1
Pneumotoraks
- Pneumotoraks Spontan                                                                           5
- Bulla yang pecah                                                                                     4
Hemotoraks                                                                                             10
(Trauma)
Chylothorax                                                                                               2
Keganasan Pleura
Mesotelioma                                                                                              3
Efusi Pleura ganas                                                                                    2
 
 
 Tabel 2. Prosedur bedah yang dilakukan pada 79 kasus infeksi pleura.
Jumlah Kasus
Torakoplasti                                                                                              3
Dekortikasi                                                                                             33
Decortation Pulmonany Detachement (DPD)                                          22
Pleuropneumonektomi + Torakoplasti                                                      1
Pleurektomi + fistulektomi                                                                        1
Operasi 2 tahap
- Drainase terbuka & torakoplasti                                                           4
- Drainase terbuka & dekortikasi                                                            4
- Drainase terbuka + DPD + air plombage                                              5
Video Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS)                                         6 
 
 
Tabel 3.Prosedur bedah yang dilakukan pada 26 kasus penyakit
pleura non infeksi.
                                                    WSD         Torakotomi           VATS
Pneumotoraks
      Pneumotoraks Spontan                                                                            5
Bulla yang pecah                                                                      4
Hemotoraks                                                                             8                     2
Chylothorax                                                                             2
Keganasan pleura
       Mesotelioma                                                                      3
       Efusi pleura ganas                                          2
 
Dari data yang dikumpulkan tercatat lama perawatan pada penderita yang dilakukan operasi konvesional antara 15-36 hari sedangkan yang dilakukan tindakan VATS penderita dirawat antara 5-7 hari.
Dari 105 penderita yang dioperasi didapat kematian penderita pasca bedah 2 orang (1,9%) yaitu kasus destroyed lung (tuberkulosa) "fungus ball" + MDR setelah dilakuakn operasi Reseksi, pasca bedah terjadi komplikasi fistel bronkhopleura.
 
RINGKASAN
Telah dibicarakan penatalaksanaan bedah pada kasus penyakit pleura serta laporan pembedahan pada 105 kasus penyakit pleura yang dilakukan di RS Persahabatan Jakarta kurun waktu Januari 1994-Desember 2004 kasus infeksi lebih banyak ditemukan dan beracam-macam jenis operasi telah dilakukan.
Perawatan pasca bedah pada tindakan Video Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS) ternyata lebih cepat dibandingkan dengan tindakan yang lain dan hasilnya baik karena tidak ditemui komplikasi pasca bedah dan mobilisasi lebih awal.
 
KEPUSTAKAAN
  1. Baue .A.E, Geha, A..S, Hammond G.L, Laks. H, Naunheius K.S, Glenn's Thorac  and Cardhovascular Surgery 6th ed, Prantile Hall International inc, London 1996.
  2. Chon L.W, Doty D.B, Mc Elvein R.B,. Decision Making in Cardiothoracic SurgeryBC Decker inc, Toronto 1987. 
  3. Ismid D.I. Busroh.      Pembedahan Pada Empiema Tuberkulosis, Empiema Toraks penanganan bedah terkini 2002 ; 41 -  46 
  4. Kukuh B. Rachmad. Dasar Pembedahan Pada Empiema Toraks, Empiema Toraks Penanganan bedah terkini 2002 ; 35 - 40.
  5. Pearson F.G, Cooper. J.D, Deslauriers J., Gingberg R.J., Hiebert C.A, Petterson G.A., Urschek HC, Thoracic Surgery, 2nd  ed, Churchill  Livingstone, Philadelphia 2002.
Sabiston DC., Spencer F.C,. Surgery of The Chest 5th ed, WB Saunders. Philadelphia .1991

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar terkait dengan artikel (kesehatan), diharap jangan melakukan spam.